GUNADARMA

Wednesday, March 30, 2011

BAB 4 KEMISKINAN DAN KESENJANGAN


BAB 4
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
1.  Konsep dan definisi

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

2.  Pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan

a.    Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan: Hipotesis Kuznets

Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.  Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an.  Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public.  Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin  besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting.
Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets.  Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.  Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.

b.     Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas.  Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang.  Namun banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi    

3.  Beberapa indicator kesenjangan dan kemiskinan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Yang sering digunakan yaitu:
a. Kurva Lorenz
Menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan-kalangan lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri “ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal, maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk

b. Koefisien Gini

Adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Begitu pula untuk sebaliknya, semakin besar koefisiennya,

4.  Temuan Empiris
       a. Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan. Badan Pusat Statistik menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS): data pengeluaran konsumsi sebagai proxy distribusi pendapatan.
·         Pertengahan 1997 pendapatan per kapita lebih dari 1000 dollar AS.
·         Tahun 1965-1970: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 2,7% dan koefisien Gini sebesar 0,35.
·         Tahun 1971-1980: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 5,4% dan koefisien Gini sebesar 0,3 ketidak merataan menurun.
·         Tahun 1998″ koefisien Gini sebesar 0,32.
·         Tahun 1999: koefisien Gini sebesar 0,33.
Bedasarkan kondisi geografis, terdapat perbaikan distribusi pendapatan pedesaan (0,26-0,31) dibandingkan di perkotaan (0,33). Perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan Indonesia disebabkan oleh:
·         Arus tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan
·         Struktur pasar di pedesaan lebih sederhana dibandingkan di perkotaan, distorsii pasar di pedesaan lebih kecil dibanding di perkotaan.
Dampak positif proses pembangunan nasional
·         Semakin banyak kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian di pedesaan
·         Prokdutivitas dan pendapatan riil tenaga kerja di sektor pertanian meningkat
·         Potensi sumber daya alam di pedesaan semakin baik di manfaatkan penduduk desa
       b.  Kemiskinan
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif
5.  Faktor-faktor penyebab kemiskinan
a. Dilihat dari Faktor Individu
Penyebab individual yakni kemiskinan sebagai akibat dari perilaku atau kemampuan dari orang tersebut. Misalnya, malas atau malah menunggu sesuatu yang sifatnya spekulasi.
b. Dilihat dari Faktor Keluarga
Penyebab keluarga bukan lagi faktor individu yang sering dilontarkan oleh kelompok yang mengatakan kemiskinan tidak akan timbul jika adanya kemauan kuat dari dirinya. Faktor ini menghubungkan kemiskinan karena keadaan dan pendidikan keluarga.
c. Dilihat dari Faktor Subkultural
Penyebab sub-budaya atau kebiasaan yang menghubungkan faktor kemiskinan disebabkan oleh kehidupan sehari-hari yang dipelajari atau dijalankan dalam lingkungannya. Karena lingkungannya sudah seperti itu, orang pun secara tidak sengaja akan menjalani pola hidup yang sama. Misalnya, penduduk suatu daerah bekerja sebagai tukang bangunan. Maka, secara tidak disadari, hal ini menular kepada penduduk yang lain. Selain itu, kita sering menjumpai orang yang berjualan berasal dari suatu daerah yang sama.
d. Dilihat dari Faktor Agensi
Penyebab agensi sosial melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Misalnya, keputusan pemerintahan Amerika Serikat untuk berperang bisa menyebabkan turunnya kesejahteraan rakyat. Bukan hanya terjadi pada negara yang diserangnya, melainkan berdampak besar pula terhadap negaranya sendiri. Perekonomian dan kas negara yang seharusnya dianggarkan untuk perekonomian, pendidikan, dan kesehatan, akan terserap untuk kebijakan perang tersebut.
e. Dilihat dari Faktor Struktur
Penyebab struktural sering menimbulkan pertanyaan, kenapa ada yang di sebut struktur? Ini lebih erat kaitannya dengan struktur sosial, baik dalam masyarakat maupun dalam pekerjaan. Misalnya, seorang pejabat yang sudah memiliki tingkatan lebih tinggi bisa diartikan lebih kaya daripada rakyat yang ada di bawahnya.
6.  Kebijakan  anti kemiskinan
Ada 3 (tiga) pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:
·         Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pro kemiskinan
·         Pemerintahan yang baik (good governance)
·         Pembangunan social
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran atau tujuannya.  Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, menengah dan panjang.
Intervensi lainnya adalah manajemen lingkungan dan SDA.  Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan sendirinya menjadi factor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Intervensi jangka pendek terutama pembangunan sector pertanian dan ekonomi pedesaan, pembangunan transportasi, komunikasi, energy dan keuangan, peningkatan peran serta masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses pembangunan dan proteksi social (termasuk pembangunan system jaminan social).
Intervensi jangka menengah dan panjang adalah sbb:
§  Pembangunan sector swasta
§  Kerjasama regional
§  Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
§  Desentralisasi
§  Pendidikan dan kesehatan
§  Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan


Sumber :
http://syirinalmadani-syirin.blogspot.com/2011/03/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html

http://rismaeka.wordpress.com/2011/03/13/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan-2/

http://cintacinta-zellta.blogspot.com/2011/03/perekonomian-indonesia-bab-iv.html

Saturday, March 19, 2011

BAB 3 PDB Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi


BAB 3
PDB PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN STRUKTUR EKONOMI 

Kesejahteraan masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional perkapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.

Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004)

2. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA SEJAK ORDE BARU HINGGA  PASCA KRISIS
Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997)dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang sepektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB pertahun. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.
Namun, sejak pelita 1 dimulai PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7%-8% selama 1970-an dan turunke 3%-4% pertahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an, proses yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seprti merosotnya harga miyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resensi ekonomi dunia pada decade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut system ekonomi terbuka, 18 goncangan-goncangan eksternal seperti itu sangat terasa sangat dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri maju, seperti jepang, as, dan eropa barat yang merupahkan pasar penting ekspor indonesia. Dampak negative dari resensi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi selama 1982- 1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunialebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku ( yang sebagian besar di ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah ekspor Negara-negara maju).
Pada saat krisis ekonomimencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh dratis hingga 13,1%. Namun, padatahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun 2000ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hinngga 3.8% akibat gejolak politikyang sempat memanas kembali dan pada tahun 2007 laju pertumbuhan tercatat sedikit diatas 6%.
Antara tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh rata-rata pertahun diatas 8%. Kemajuan yang dicapai oleh cina dan india memang sangat menakjubkan. Pada awal dekade 90-an, pertumbuhan ekonomi dikedua Negara besar tersebut masing-masing tercatat hanya 3,8% dan 5,3%. Namun, pada pertengahan dekade 90-an, pertumbuhan kedua Negara itu sudahmenyamai bahkan melewati persentasi Indonesia. Dari sejumlah Negara ASEAN yang juga dihantam oleh krisis 1997/98, Indonesia memang paling parah dengan pertumbuhan negative hingga 13,1%,disusul kemudian oleh Thailand dengan -10,5%dan Malaysia-7,4%. Namun, yang menakjubkan dari kedua Negara tersebut setahunsetelah itu ekonomi mereka mengalami pulih lebih cepat dibandingkan ekonomi Indonesia yang hanya 0,8%.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan pada peningkatanPDB perkapita atas dasar harga berlaku tercatatsekitar 4,8 juta rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, perkapita Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1420 dalar AS, di atas india, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan china.
Tahun 1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami penurunan, terkecuali X, yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%. Sedangkan perkembangan X bias bertahan positif selama masa krisis terutama, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Komponen AD yang paling besar penurunannya selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang merosot sekitar 33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta (rumah tangga) sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%.besarnya penurunan investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya terhadap PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan stok) sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negative pada tahun 2002.
Pada awalnya, salah satu factor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan investasi didalam negri selama masa krisis,seperti juga dinegara-negara asia lain yang terena krisis (korea selatan dan Thailand), adalah karena kerugian besar yang dialami oleh perusahan swasta akibat depresiasi rupiah yang besar, sementara utang luar negri (ULN) nya dalam mata uang dolar AS tidak dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu kedepan (forward). Factor-faktor lain yang membuat lesunya komponen investasi didalam AS diantaranya adalah jatuhnya harga saham, pelarian moda ( atau arus modal keluar lebih banyak daripada arus masuk), dan resiko premium yang meningkat drastis.
Dua factor terakhir ini didorong terutama oleh kondisi politik, social, keamanan dan penegakan hukum yang buruk. Sedangkan dari ekspor meningkat karena memang depresiasi rupiah terhadap dolar As waktu itu membuat sebagian produk Indonesia, khususnya perkebunan, mengalami peningkatan daya saing harga.
  
3. Faktor-Faktor Penentu Prospek Perekonomian Indonesia
a. PDB
Distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sektor atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun dan tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai peranan sebesar 55,9 persen pada tahun 2006. 
Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar 28,1 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,9 persen, dan sektor pertanian 12,9 persen. Pada tahun 2006 terjadi perubahan peranan pada beberapa sektor ekonomi dibanding 2005 yaitu penurunan pada sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan. Mimin mengatakan penurunan yang cukup besar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dari 15,4 persen pada tahun 2005 menjadi 14,9 persen tahun 2006. 
Peranan sektor pertambangan dan penggalian menurun dari 11,1 menjadi 10,6 persen, sektor pertanian menurun dari 13,1 persen menjadi 12,9 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan dari 8,3 persen menjadi 8,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih menurun dari 1,0 persen menjadi 0,9 persen. Sementara sektor konstruksi naik peranannya dari 7,0 persen tahun 2005 menjadi 7,5 persen tahun 2006, sektor pengangkutan dan komunikasi naik dari 6,5 persen menjadi 6,9 persen, sektor industri pengolahan naik dari 27,7 persen menjadi 28,1 persen dan sektor jasa-jasa naik dari 9,9 persen menjadi 10,1 persen. Peranan PDB tanpa migas naik dari 88,6 persen pada tahun 2005 menjadi 89,2 persen pada tahun 2006.
Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan menjadi Rp 4.200 triliun pada 2008. Sektor yang diharapkan untuk mendorong pertumbuhan PDB tersebut dari sektor konsumsi dan proyek infrastruktur. PDB 2008 sekitar Rp. 4.200 triliun. Yang paling mendorong itu konsumsi. Konsumsi adalah 60 persen, pemerintah menaruh pertumbuhan ekonomi itu didukung dengan kebijakan fiskal. Sedangkan PDB Indonesia pada 2007 diperkirakan mencapai Rp. 3.531,08 triliun.Konsumsi masyarakat yang pada titik kritis saat ini akibat menurunnya daya beli. Karena itu, pemerintah tengah menyiapkan program yang dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, pemerintah juga akan mengurangi tingkat suku bunga dan inflasi.
Penerimaan naik itu tidak ada artinya jika inflasinya tinggi. Selain itu, harga terkendali, sehingga akhirnya income riil naik.Titik kritis yang lain adalah investasi. Untuk mencapai pertumbuhan PDB pada level tersebut, diperlukan investasi lebih dari Rp. 1.000 triliun. Jumlah kebutuhan investasi untuk mendorong infrastruktur. Jika investasi itu naik, maka akan terjadi akselerasi dan akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga pemerintah dalan mengalokasikan jumlah anggaran yang cukup signifikan dalam belanja infrastruktur.Anggaran untuk infrastruktur itu, dapat disebar di departemen teknis antara lain Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Pemerintah yang punya anggaran belanja modal, akan menggunakannya untuk belanja irigasi, bandara, pelabuhan, kereta api.Selain mengalokasikan anggaran yang meningkat signifikan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah juga mendorong investasi swasta melalui skema Public Private Partnership (PPP) untuk beberapa proyek seperti infrastruktur listik, pengadaan jalan, bandara dan pelabuhan. Menurut Anggito, pemerintah akan melakukan pembagian risiko terhadap pihak swasta.
Investasi juga akan dibentuk dari perbankan, PMDN, PMA, pasar modal, dan keuntungan perusahaan yang diinvestasikan. "Jadi dari sumber-sumber itu sudah masuk pipeline untuk bisa mendukung investasi yang memadai untuk 2008. Semua itu cukup untuk mendukung pertumbuhan 6,8 persen.Konsumsi, investasi, ditambah kinerja ekspor yang masih cukup baik, mampu membentuk PDB menjadi Rp 4.200 triliun. Sebelumnya, ekonomi pada 2008 ditargetkan tumbuh 6,8 persen. Asumsi tersebut juga memperhatikan proyeksi pencapaian 2007 yang diprediksi hanya akan mencapai 6,1 persen. Untuk mengejar target 2008 itu, beberapa indikator pendorong pertumbuhan mesti dipenuhi yaitu konsumsi rumah tangga harus tumbuh 5,9 persen, konsumsi pemerintah 6,2 persen, investasi 15,5 persen, ekspor 12,7 persen, dan impor 17,8 persen. Sedangkan Standard Chartered Bank (SCB) memprediksi pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) tahun 2008 hanya 6,3%. Angka ini jauh lebih rendah dari target PDB dalam APBN 2008 sebesar 6,8%.

Setelah terpengaruh oleh dampak peningkatan tajam harga minyak dan tingkat suku bunga di tahun 2005, ekonomi Indonesia berangsur pulih dan perkembangannya cenderung meningkat dari 5,5% di tahun 2006 menjadi 6,1% di tahun 2007 dan 6,3% di tahun 2008. Angka PDB SCB ini sudah memperhitungkan prediksi adanya perlambatan ekonomi global di 2008. Tingginya harga minyak dunia merupakan ancaman bagi pertumbuhan. Dan PDB SCB memperkirakan harga minyak akan turun di 2008 seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sementara menjelang Pemilu 2009 terlihat prospek pertumbuhan ekonomi. Ini karena pemerintah akan meningkatkan belanja untuk infrastruktur, mempercepat program infrastruktur. Angka pertumbuhan ekonomi 2008 dalam APBN sebesar 6,8% menurut Bank Indonesia (BI) adalah angka yang paling optimistis. BI sendiri untuk tahun 2008 lebih memilih target yang aman di kisaran 6,2-6,8 persen. Dalam APBN 2008, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,8 persen memakai asumsi inflasi sebesar 6 persen, defisit anggaran 1,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9.820, bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan harga minyak US$ 60 per barel. Produksi minyak 1,034 juta barel per hari. 

b. Prospek Ekonomi Indonesia 2007 
APBN periode 2006 menggunakan asumsi dasar pertumbuhan ekonomi 5,8% sedang hasil pemantauan dini realisasi menunjukkan angka 5,52%; target inflasi 8% ternyata 5,27%, asumsi nilai tukar Rp. terhadap USD 9.300 ternyata 9.179, suku bunga SBI di asumsikan 12 % ternyata 9,5 % dan harga minyak internasional diasumsikan 64 USD perbarel ternyata 55,9 USD. Tahun 2006 ditutup dengan tercapainya APBN-Perubahan secara aman dan nyaman karena anggaran penerimaan mampu menutup pembiayaan 2006 , indikator ekonomi membaik menambah rasa percaya diri Indonesia memasuki 2007. Realisasi pendapatan negara Rp.507 Triliun atau hampir 77 % target pendapatan Rp. 659 Triliun, antara lain terdiri atas Rp.355 Triliun penerimaan pajak dan Rp.151 Triliun penerimaan bukan pajak.. Belanja mencapai Rp.528 Triliun atau 75,5% dari anggaran belanja Rp.699 Triliun. Penyerapan belanja telah mencapai 95%. Realisasi defisit anggaran Rp.21 Triliun atau 53% dari target defisit Rp.40 Triliun, ditutup dengan dana sektor perbankan & non perbankan serta pncairan pinjaman LN. Depkeu tetap akan melanjutkan konsolidasi kebijakan fiskal, perbaikan struktur APBN, strategi optimalisasi penerimaan, belanja dan pembiayaan APBN, dan penerapan DIPA (daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) yang ditaksir akan berjumlah 12.000 senilai sekitar Rp.280 Trilun sepanjang 2007. 
Menjelang tutup tahun, tingkat Inflasi cenderung membaik dan BI rate menembus single digit menjadi 9,75%. Inflasi September 2006 mencapai 4,06 % , suatu kinerja yang lebih baik dibanding periode sama tahun 2005 yang sebesar 6,39% (ytd). Pertumbuhan ekonomi dunia cukup tinggi, harga komoditas internasional cukup kuat, sehingga kinerja ekspor 2006 tampak baik. Aliran PMA meningkat dan menolong APBN, Cadangan devisa meningkat menjadi USD 42,36 Miliar, sehingga BI melunasi seluruh hutang IMF USD 3,2 Miliar per Oktober 2006. 
Soros melihat Indonesia telah pulih dan menjadi tempat investasi yang menarik, apalagi bila didukung penegakan hukum. Dengan semua tanda-tanda baik itu, target pertumbuhan APBN 2006 sebesar 6,2% direvisi menjadi 5,8 % ternyata berisiko tidak tercapai karena sampai Triwulan III 2006 pertumbuhan PDB kumulatif baru mencapai 5,14%.
Risiko kredit masih dipandang perbankan cukup besar, dan SBI tetap diminati sepanjang 2006. Dana kredit bank yang tak dapat disalurkan kedunia usaha mencapai sekitar Rp. 160 Triliun per 2006. Masalah utama Indonesia adalah memburuknya sektor riil karena diterjang kenaikan harga pokok akibat rente ekonomi termasuk pungutan daerah otonom , birokrasi dan biaya bunga tinggi , UU Pajak dan SDM yang belum mampu memikat investasi, mudah-mudahan masih dapat didorong APBN dan gerakan BUMN sebagai stimulus sektor riil tahun 2007. Proyek infrastruktur  potensial dan dalam persiapan pemasaran dewasa ini mencapai sekitar Rp.113 Triliun, menjadi salah satu prioritas program kerja pemerintah tahun 2007, ditandai cairnya dana BLU-BJPT untuk tol trans-Jawa Rp.600 Miliar untuk pembebasan tanah. Sama saja dengan era orde baru, sepanjang 2007 beberapa pejabat tinggi negara dan keluarga tetap bermain sebagai pebisnis infrastruktur tanpa terganggu DPR, unjukrasa atau ingintahu KPK. Trans-Jawa diharapkan selesai tahun 2009 dengan biaya pembebasan sebesar Rp. 7 Triliun. Karena lumpur, relokasi jalan tol, arteri dan KA di Sidoardjo sepanjang 12 km diharapkan selesai akhir tahun 2007. Lumpur akhirnya akan dibuang kelaut. Sepanjang tahun 2007, kinerja kereta api diramalkan ditingkatkan. 
 Prosedur PPN baru perlu diperkenalkan pada WP , misalnya wajib spesimen  tanda tangan faktur pajak, download formulir pajak elektronik di kantor pajak dan lain-lain, mudah-mudahan tak menyebabkan keengganan investasi baru sepanjang 2007.  
Bagi BI , tahun 2007 dua kali lebih baik dari tahun 2006 karena perbaikan makro ekonomi, kenaikan daya beli masyarakat, kinerja sektor riil amat meningkat karena turunnya suku bunga pinjaman. Apabila jumlah kredit baru tahun 2006 tak mencapai Rp.75 Triliun, BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2007 sekitar Rp.150 Triliun didominasi kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Investasi baru 2007 kelihatannya tak seberapa terdorong oleh perbankan.  
Secara muram diramalkan bahwa pembenahan sektor UKM dan pertanian kelihatan akan terlambat mengambil momentum 2007, karena kebijakan baru untuk penguatan akses pembiayaan, pemasaran dan SDM diharapkan tuntas pada Semester I tahun 2007, berarti paling cepat mulai diterapkan dan berdampak dua atau tiga tahun setelah tahun 2008 dalam upaya mendorong daya saing UKM, menyerap tenaga kerja, menekan angka kemiskinan dan mengurangi impor wirausaha asing. Ikatan Akuntan mungkin lebih pro UKM dan ikut memerangi kemiskinan-pengangguran dengan mempercepat kelahiran standar akuntansi UKM.  
fProduksi jagung dunia 2005 sebanyak 125 juta ton, menurun menjadi 92 juta ton pada tahun 2006 dan menyebabkan harga jagung dunia naik. Mengingat 2006  Indonesia mengimpor hampir 1.4 juta ton jagung, pemerintah akan memberikan bantuan benih jagung hibrida dan komposit sebanyak 50.000 ton bagi 900.000 Ha lahan pertanian 32 propinsi dengan target panen sekitar 5 juta ton jagung. Stok pupuk  siap salur diupayakan 200.000 ton untuk mengatasi kelangkaan pupuk dipasar  sewaktu-waktu. Namun sistem ini diramalkan mengundang berbagai petualang pemanfaat celah produksi pupuk nasional 6,7 juta ton termasuk 4,5 juta ton urea  bersubsidi hampir Rp. 6 Triliun tahun 2007.  
Uang halal sampai 2006 masih diparkir di LN menunjukkan citra country risk Indonesia; di Singapura saja terdapat 18.000 rekening bank milik orang Indonesia sebesar US $87 miliar atau sekitar Rp800 Triliun. Sepanjang tahun 2007, investor mungkin masih segan masuk RI karena birokrasi panjang dan korup perbaikan ekonomi sebuah negara harus diikuti kebijakan politik yang mendukung , yaitu penegakan hukum. Bila hukum berjalan baik, investor akan datang. 
Sistem keuangan dunia telah rusak, dunia mengalami krisis terputusnya aliran modal kenegara-negara miskin (a broken world pipeline). Tahun 2006 terjadi kenaikan BBM 126% dan flu burung, target  pertumbuhan APBN 2006 sebesar 6,2% direvisi menjadi 5,8 % juga ternyata masih tidak tercapai. Sampai Triwulan III 2006 pertumbuhan PDB kumulatif baru mencapai 5,14%. Pengangguran terbuka per Agustus 2006 mencapai 10,93 juta orang atau 10,28% angkatan kerja. Masalah kepemerintahan tahun 2007 mafsih tetap masalah kendala penerapan UU dan Presiden berfikir keras untuk mengatasi hambatan  pelaksanaan. Diramalkan sepanjang tahun 2007, Presiden akan aktif ”campur tangan” mengatasi kemacetan pelaksanaan UU atau program tertentu, melakukan intervensi simpatik kepada departemen fungsional dan daerah otonom. Pemerintah telah menerbitkan tiga paket pendorong investasi swasta yaitu Paket Kebijakan Sektor Keuangan, Paket Kebijakan Percepatan Infrastruktur dan Paket Kebijakan Iklim Investasi , pada kenyataannya terhambat oleh penyusunan rencana kebijakannya sampai akhir 2006 antara lain dalam bentuk RUU Perpajakan, RUU Investasi, RUU Transportasi yang ditunggu-tunggu investor.  
Dapat disimpulkan bahwa kepemerintahan tahun 2006 juga  ditandai oleh senjang konsep kebijakan pemerintah di atas kertas dengan implementasi lapangan , akan mendorong reformasi birokrasi sepanjang 2007 dan pembentukan tim independen diluar pemerintah yang akan melacak apakah suatu kebijakan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta memberi rekomendasi tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tahun baru 2007 ditandai kenaikan (1) harga Pertamax dan Pertamax-Plus rata-rata Rp.350-Rp.6000 karena kenaikan harga produk bahan bakar dipasar dunia. 
Tahun 2007 adalah ”jendela peluang” bagi pemerintahan untuk berprestasi, namun kemungkin kecil dapat dimanfaatkan Presiden. Stabilitas keamanan relatif baik sepanjang 2006, harap-harap cemas dapat berlanjut tahun 2007. Disamping bencana alam, kecelakaan transportasi udara/laut dan flu burung, terorisme tetap menjadi ancaman serius dan agenda perburuan Noordin M.Top yang dianggap kepolisian RI setara kaliber dengan Dr.Azahari akan tetap dilanjutkan Polri.  

 4.   PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Perubahan struktur ekonomi, umum disebut transformasi stryktural, dapat didefisinikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang  saling tekait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan luar negri (ekspor dan inpor), AS ( produksi dan menggunakan faktor-faktor produksi yang diperlukan mendukung proses pembanggunan ekonomi yang berkelanjutan) ( chenery, 1979).
1. Teori dan Bukti Empiris
Teori perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprime. Teori Arthus Lewis pada dasarnya  membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan perkotaan.
Perekonomian Negara terbagi menjadi dua, yaitu perekonomiaan tradisioanal dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertaniaan dan perekonomiaan modern diperkotaan dengan industry sebagai sektor utama. Dipedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat hidup masyaraktnya berbeda pada kondisi subsistens akibat perekonomian yang sifatnya juga subsistens.
Kerangka pemikiran teori chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori chenery, dikenal dengan teori pattern of development, menfokuskanpada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistens) ke sector industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh chenery dan syrquin (1975) mengindentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat perkapita yang membawa perubahan dalam pola dalam permintaan konsumen daripenekanan pada makanan dan barang-barang manufaktur dan jasa.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupahkan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sector ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai persamaan (3,7),misalkan disatu ekonomi hanya ada dua sector, yakni industry dan pertanian dengan NTB masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk PDB: atau, PDB= NTBi + NTBp, 1=[a(t)I + a(t)p]PDB.
Berdasrkan model ini, kenaikan produksi sector industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat factor berikut.
a.      Kenaikan permintaan domestic, yang memuat permintaan langsung untuk produk industry manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestic untuk produk sector-sektor lainnya terhadap sector industry manufaktur.
b.      Perluasan exspor (pertumbuhan dan diversifikasi) atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.
c.       Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap sector yang dipenuhi lewat produksi domestic terhadap output industry manufaktur.
d.      Perubahan teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij) didalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sector industri manufaktur.
Indikator penting kedua yang sering digunakan didalam studi-studi empiris untuk mengukur pola perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut sector. Sebagi suatu ilustrasi empirisberdasrkan data bank dunia, pada tahun 1980,NTB yang dihasilkan sector pertanian rata-rata sekitar 7% dari PDB dunia; sedangkan dari sector industry yang terdiri atas industry primer (pengilangan minyak) dan industry sekunder (manufaktur) sebesar 38%.
Didalam-kelompok-Negara-negara-sedang-berkembang-(NSB), banyaknegara yang juga tejadi transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antara Negara. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan antara Negara dalam sejumlah factor internalseperti berikut.
a.      Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi)
Suatu.Negara.yang.pada.awal.pembangunan.ekonomi/industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar.
b.      Besarnya pasar dalam negeri
Besarnya pasar domestic ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita.
c.       Pola distribusi pendapataan
Factor ini sangat mendukung factor pasar dan tingkat pendapatan rata-rata perkapita naik pesat.
d.      Karakteristik dari industrialisasi
Pelaksanaan atau strategi pengembangan industry yang ditetapkan, jenis industry yang diunggulkan, pola pembangunan industry, dan insentif yang diberikan.
e.      Keberadaan SDA
Negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi.
f.        Kebijakan perdagangan luar negri
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasi berbeda dibandingkan di Negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking).
  • http://ibnusina.my-place.us/index.php/sina-overview/35-teknologi/68-faktor-penentu-prospek-perekonomian-indonesia