GUNADARMA

Sunday, April 10, 2011

BAB 5 PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

BAB V
PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

1.  Pembangunan Ekonomi Regional
             Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi - institusi baru, pembangunan indistri - industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Pembangunan ekonomi nasional sejak PELITA I memang telah memberi hasil positif bila dilihat pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita mengalami peningkatan dari hanya sekitar US$50 pada pertengahan dekade 1960-an menjadi lebih dari US$1.000 pada pertengahan dekade 1990-an. Namun dilihat pada tingkat meso dan mikro, pembangunan selama masa pemerintahan orde baru telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income, distribution, maupun dalam bentuk kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah atau provinsi.

2.  Faktor Penyebab Ketimpangan
Pembangunan ekonomi yang tidak merata antar propinsi membuat sebagian masyarakat di banyak daerah di luar pulau Jawa, seperti Aceh, Irian Jaya (Papua), dan Riau ingin melepaskan diri dari Indonesia. Kemenangan kelompok pro kemerdekaan di Timor Timur merepresentasikan kekecewaan bergabung dengan Indonesia selama Orde Baru.
Kesenjangan pembangunan ekonomi merupakan persoalan penting dalam mengkaji pembangunan ekonomi daerah di Indonesia. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Indonesia, yaitu dengan menggunakan pendekatan pendapatan dan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Jika kita menggunakan pendekatan pendapatan atau PDRB, maka diketahui bahwa propinsi-propinsi di Jawa menyumbang lebih dari 60% terhadap pembentukan PDB Indonesia tahun 1990an. Daerah yang kaya sumberdaya manusia dan infrastruktur lebih baik mempunyai kontribusi besar. DKI Jakarta menikmati 15%-16% dari PDB nasional, Jawa Timur sebesar 15%, dan Jawa Tengah sebesar 10%. Daerah kaya sumberdaya alam mempunyai kontribusi lebih kecil. DI Aceh menyumbang 3% dari PDB nasional. Riau dan Kalimantan Timur menyumbang 5%.
Jika kita mengukur kesenjangan pembangunan ekonomi daerah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar propinsi di Indonesia memiliki tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita yang rendah. Menurut BPS diketahui bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga paling tinggi tercatat di Jakarta. Propinsi yang kaya sumberdaya alam mempunyai pengeluaran konsumsi rumah tangga yang lebih rendah dibandingkan propinsi yang mempunyai lebih banyak sumberdaya manusia yang lebih berkualitas.
Penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Indonesia antara lain karena:
1.      Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.
Pembangunan ekonomi terpusat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera, akibat ketersediaan infrastruktur, letak geografis, dan migrasi tenaga kerja.
2.     Alokasi investasi.
PMA dan PMDN lebih banyak melakukan investasi di pulau Jawa, karena ketersediaan tenaga kerja dan infrastruktur, terutama untuk industri tekstil, komputer dan mesin. Sektor pertanian dan pertambangan tetap berada di daerah.
3.     Mobilitas faktor produksi rendah antar daerah.
4.     Perbedaan SDA antar propinsi.
5.     Perbedaan kondisi demografis antar wilayah.
6.     Perdagangan antar propinsi kurang lancar.

3.  Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut. 

    1. Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1.     Kekayaan sumber daya alam
2.    Posisi geografis yang strategis
3.    Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4.    Potensi sumber daya manusia

    1. Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1.     Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2.    Keterbatasan sarana infrastruktur
3.    Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
4.    Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah

c.   Tantangan dan Peluang

Pembanguanan ekonomi di Indonesia bagian timur juga menghadapai berbagai macam tantangan, yang apabila dapat diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah menjadi peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa mendatang adalah akibat liberalisasi perdagangan dan investasi dunia (paling cepat adalah era AFTA tahun 2003). Liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT, seperti juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangna yang ada di daerahnya masing- masing.

4.  Teori dan Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada beberapa teori yang menerangkan tentang pembangunan daerah yaitu: 

1.  Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi(SDP) lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, dan menciptakan peluang kerja di daerah tersebut.

2.   Teori Lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha/produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.

3.   Teori Daya Tarik Industri
Menurut Kotler dkk. (1997), ada beberapa faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang terdiri atas faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-faktor daya saing daerah. 

a.  Faktor-faktor daya tarik industri antara lain: 

1.  Nilai Tambah yang Tinggi per Pekerja (Produktivitas)
Ini berarti industri tersebut memiliki sumbangan yang penting tidak hanya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, tetapi juga pembentukan PDRB.
2.  Industri-industri Kaitan
Ini berarti perkembangan industri-industri tersebut akan meningkatkan total nilai tambah daerah atau mengurangi “kebocoran ekonomi” dan ketergantungan impor.
3.  Daya Saing di Masa Depan
Hal ini sangat menentukan prospek dari pengembangan industri yang bersangkutan.
4.  Spesialisasi Industri
Sesuai dasar pemikiran teori-teori klasik mengenai perdagangan internasional, suatu daerah sebaiknya berspesialisasi pada industri-industri di mana daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif sehingga daerah tersebut akan menikmati gain from trade.
5.  Potensi ekspor
6.  Prospek bagi Permintaan Domestik
Dasar pemikirannya untuk memberikan suatu kontribusi yang berarti bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah melalui konsumsi lokal. 

b.  Faktor-faktor penyumbang pada daya tarik industri dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok (Kotler dkk., 1997), yakni sebagai berikut.

1.  Faktor-faktor Pasar
Faktor-faktor ini antara lain ukuran pasar, ukuran segmen kunci, laju pertumbuhan pasar, keragaman pasar, kepekaan terhadap harga dan faktor eksternal, siklus dan musim dan kemampuan tawar menawar.
2.  Faktor-faktor Persaingan
Faktor-faktor ini antara lain tingkat pemusatan, substitusi disebabkan oleh progres teknologi, tingkat dan jenis integrasi, dan entry rates dan exist rates.
3.  Faktor-faktor Keungan dan Ekonomi
Faktor-faktor ini antara lain ilai tambah, kesempatan kerja, keamanan, stabilitas ekonomi, pemanfaatan kapasitas produksi, skala ekonomis, dan ketersediaan infrastruktur keuangan.
4.  Faktor-faktor Teknologi
Faktor-faktor ini antara lain kompleksitas, diferensiasi, paten dan hak cipta, dan teknologi proses manufaktur yang diperlukan.

Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisis posisi relatif ekonomi suatu daerah, diantaranya:

a.  Analisis Shift-Share (SS)
Metode analisis ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh tiga komponen utama yang saling berhubungan satu sama lainnya, yakni pertumbuhan ekonomi (national growth component), pertumbuhan sektoral (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing wilayah (competitive effect component) (Tambunan, 1996). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan output agregat secara sektoral dibanding perubahan output dari sektor yang sama dari wilayah yang lebih besar yang digunakan sebagai acuan.
Model analisis ini diawali dengan perubahan NT atau PDRB dari suatu sektor (i) di suatu provinsi (j) antara dua periode, yaitu periode dasar (t = 0) dan periode t = 1.
          Q1ij = Q0ij + DQ1ij                                          (2)
Atau                                   
          ∆Q1ij = Q1ij - DQ0ij
Selanjutnya, persamaan (2) bisa diperluas menjadi:
          ∆Qij = Q0ij   Y1 – 1  +  Q0ij  - Y1  + Q0ij  Q1ij -  Q1i       (3)
                           Y0            Q0i      Y0                 ­Q0ij      Q0i
Persamaan (3) menandakan bahwa pertumbuhan output dari suatu sektor di suatu wilayah bisa dikategorikan ke dalam 3 komponen pertumbuhan yang telah dibahas sebelumnya
          PRij = Q0ij   Y1 – 1     : pangsa regional                     (4)
                           Y0             (national growth component)
         
PSij = Q0ij   Q1i - Y1          : pergeseran proposional         (5)       
                   Q0i    Y0       (industry mix component)

          DSij = Q0ij   Q1ij - Q1i          : pergeseran yang berbeda            (6)
                          ­Q0ij     Q0i       (competitive effect component)

Di mana:
Y0 dan Y1      = PDB (output nasional) masing-masing pada tahun dasar (t = 0) dan periode t = 1
Q0ij dan Q1ij  = PDRB (output regional) dari sektor i di provinsi j, masing-masing pada tahun dasar dan periode t = 1
Q0i dan Q1i   = output sektor i nasional (PDRB dari sektor i), masing-masing pada periode dasar dan periode t = 1
          Secara statistik, persamaan (5) dan (6) adalah dalam bentuk deviasi, dimana Y1 dan Y0 (atau rasio Y1/ Y0) dianggap sebagai nilai rata-rata dari, masing-masing, Q1i dan Q0i (atau rasio Q1i / Q0i); dan variabel-variabel terakhir ini sendiri sebagai nilai rata-rata dari Q1i dan Q0i untuk setiap provinsi. Oleh sebab itu, jumlah setiap persamaan (5) dan (6) untuk semua sektor dan provinsi di Indonesia adalah nol.
          ∑ ∑ PSij = 0 dan ∑ ∑ DSij = 0                        (7)
Sedangkan penggabungan persamaan (9.4) sampai dengan persamaan (9.6) menjadi:
          ∆S = PRij + PSij + DSij                                    (8)
Maka dengan sendirinya:
          ∑ ∑ ∆Sij = ∑ ∑ PRij = ∑ ∑ Q0ij   Y- 1            (9)
                                                      Y0
          Analisis SS bisa dibagi dalam dua bagian, yakni (1) analisis pangsa pasar (share analysis) dengan memakai persamaan (4) dan (2) analisis pergeseran (shift analysis) dengan menggunakan persamaan (5) dan (6).

b.  Location Quotients (LQ)
LQ adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperluas metode analisis sebelumnya (SS), yaitu untuk mengukur konsentrasi suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat nasional.
Rumus menghitung LQ adalah sebagai berikut:
          LQ = v1 / vt                               (10)
                    Vi / Vt

c.   Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran agregat (AS) dan permintaan agregat (AD).
Analisis I-O menunjukkan bahwa di dalam suatu perekonomian terdapat keterkaitan produksi (production linkages) antarsektor. Input suatu sektor merupakan output sektor lainnya dan sebaliknya. Pada akhirnya keterkaitan produksi antarsektor tersebut akan menyebabkan terjadinya keseimbangan antara penawaran dan permintaan antarsektor. Dalam keadaan keseimbangan, jumlah nilai output agregat (dalam unit moneter) dari perekonomian secara keseluruhan harus sama dengan jumlah nilai input antarsektor (dalam nilai moneter) dan jumlah nilai output antarsektor (dalam nilai moneter).
Persamaan keseimbangan input-output adalah sebagai berikut:
          X1 = X11 + X12 + D1                                  (12)
          X2 = X21 + X22 + D2
Dimana : X1 = total output sektor 1
             X= total output sektor 2
             X11 = output sektor 1 sebagai inputnya
   X12 = output sektor 1 sebagai input    sektor 2               
             X21 = output sektor 2 sebagai input sektor 1
   X22 = output sektor 2 sebagai inputnya
    D1  = output sektor 1 untuk permintaan akhir (konsumsi)
   D = output sektor 2 untuk permintaan akhir

d.  Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Inti dari model pertumbuhan Harrod-Domar H-O adalah suatu relasi jangka panjang pendek antara peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model H-O ini memiliki dua variabel fundamental, yakni pembentukan modal tetap (investasi) dan ICOR (incremental capital output ratio). Secara lengkap model H-O terdiri atas sejumlah persamaan sebagai berikut.
          S = s.Y                                                                   (9.15)
Tabungan (S) terdiri atas tabungan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah, yang merupakan suatu proporsi (s) dari total output atau pendapatan (Y).
          I = ΔK                                                                   (16)
Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K). Stok modal mempunyai hubungan langsung dengan total output (Y), seperti yang ditunjukkan oleh COR (Capital Output Ratio) atau k.
          K = k                                                            (17)
          Y                                       
Atau
          ΔK = k. ΔY
Dalam ekonomi ekonomi yang seimbang (salah satu asumsi penting dari model H-O):
          S = I                                                            (18)
Maka didapat:
          s.Y = k. ΔY                                                   (19)
dan akhirnya pertumbuhan ekonomi (Y/ ΔY) ditentukan secara bersamaan oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output (COR = k).
          Y/ ΔY = s/k       
   
5.  Otonomi Daerah

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sumber :
http://www.docstoc.com/docs/60686802/Pembangunan-Ekonomi-Daerah
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://ika-ikawijiastuti.blogspot.com

nama : Eko Dwi Kartiko
kelas : 1EB17
NPM : 22210309

BAB 7 INDUSTRIALISASI


BAB 7
INDUSTRIALISASI

1.  Konsep dan Tujuan Industrialisasi
·         Awal konsep industrialisasiè Revolusi industri abad 18 di Inggris è Penemuan metode baru dlm pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.
·         Selanjutnya penemuan baru pengolahan besi & mesin uap shg mendorong inovasi è Baja, kereta dan kappa tenaga uap.
·         Setelah PD II  muncul teknolgi baru è Asembly line, listrik, motor, barang sintetis, telekomunikasi, elektronik, bio, computer & robot
·         Pola dan Volume Perdagangan Dunia dan Proses Industrialisasi di dunia

Industrialisasiè suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.

2.  Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi


Faktor pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara) :
a)    Kemampuan teknologi dan inovasi
b)   Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c)    Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d)   Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e)   Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f)    Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g)   Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.

3. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur di Indonesia
Industri diklasifikasikan:
a)    Industri primer/hulu yaitu mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap selanjutnya
b)   Industri sekunder/manufaktur yang mencakup: industri pembuat modal (mesin), barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri hilir yang memproduksi produk konsumsi

A.   Pertumbuhan output.
Pertumbuhan output yang tinggi disebabkan oleh permintaan eksternal yang tinggi. Pertumbuhan PDB 3 sektor penting di LDCs sebagai berikut:

Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Berkembang 1970 -1995 (%)
Sektor
Laju Pertumbuhan Rata rata
Pangsa dari Kontribusi thd Pertumbuhan PDB
Pertanian
2,7
3,4
2,4
2,9
10,5
16
8,2
13,9
Manufaktur
6,8
4,6
6,9
5,9
21,3
26
32,1
22,9
Jasa
6,3
3,6
4,5
4,9
50,3
49,4
46,4
47,6
PDB
5,7
3,5
4,7
4,6
100
100
100
100

§ Laju pertumbuhan output rata rata pertahun untuk sektor manufaktur (22,9 %) lebih tinggi dari pertanian (13,9%) periode 1970 – 1995.
§ Kontribusi thd pertumbuhan PDB 1970 – 1980 (21,3 %) & 1990 – 1995 (32,1%)
§ Pertmbuhan output sektor manufaktur karena permintaan eksternal èekspor tinggi

Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Asia Timur & Tenggara 1970 -1995 (%)
Sektor
Laju Pertumbuhan Rata rata
Pangsa dari Kontribusi thd Pertumbuhan PDB
Pertanian
1,9
3,2
3,3
2,7
23,6
22,4
22,1
26,2
Manufaktur
4,3
6,9
4,6
5,4
15,5
17,2
15,9
15,0
Jasa
4,3
6,2
5,1
5,2
49,4
49,4
52,7
46,1
PDB
3,3
5,3
4,5
4,3
100
100
100
100
§ Laju pertumbuhan PDB wilayah ini rata rata pertahun 7,4% periode 1970 – 1995 lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dunia 2,9 % dan laju pertumbuhan PDB negara berkembang 4,6 %

Tingkat perkembangan industri manufaktur dapat dilihat dari pendalaman struktur industri itu sendiri. Struktur industri:
1. Ragam produk è barang konsumsi, sederhana, barang konsumsi dg kandungan
    teknologi yanglebih canggih, barang modal,
2. Intensitas pemakain faktor produksiè barang dengan padat karya dan barang
    dengan padat modal
3. Orinetasi pasar è barang domestik & barang ekspor

B.    Pendalaman Struktur Industri.
Pembangunan ekonomi jangka panjang dapat merubah pusat kekuatan ekonomi dari pertanian menuju industri dan menggeser struktur industri yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.

Perubahan struktur industri disebabkan oleh
a)    Penawaran aggregatè perkembangan teknolgi, kualitas SDM, inovasi material baru untuk produksi
b)   Permintaan aggregatè peningkatan pendapatan perkapita yang mengubah volume & pola konsumsi

Berdasarkan analisis tingkat pendalaman struktur industri:

§ Orientasi perkembangan industri manuafktur di Indonesia masih pada barang
   konsumsi sederhana seperti makanan, minuman pakaian jadi sampail bambu,
   rotan & kayu
§ Sisi permintaan aggergat, pasar domestik barang konsumsi berkembang pesat
   seiring laju penduduk & peningkatan pendapatan masyarakat per kapita
§ Sisi penawaran aggregat, Sarana dan prasarana menunjang untuk produksi
   barang konsumsi tersebut dibandingkan barang modal
§ Aspek teknolgi, kandungan teknologi barang konsumsi lebih rendah

C.    Tingkat Teknologi produk manufaktur.

Teknologi yang digunakan dalam industri manufaktur mencakup:
a)    Tekonolgi tinggi mencakup: komputer, obat-obatan, produk elektronik, alat komunikasi dan sebagainya
b)   Teknologi sedang mencakup: plastik, karet, produk logam sederhana, penyulingan minyak, produk mineral bukan logam
c)    Teknolgi rendah mencakup: kertas, percetakan, tekstil, pakaian jadi, minuman, rokok, dan mebel

D.   Ekspor
Kinerja ekspor dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan industry manufaktur.

Tingkat Ekspor Manufaktur dan Sahamnya dalam Ekspor Total. (US$)


Ekspor Manufaktur per US1,000 dari PDB
% pangsa dalam ekspor total
1985
1997
%/TAHUN
1985
1997
BEDA
Thailand
69
267
12
38
71
33
Korsel
293
267
-1
91
91
0
Malaysia
136
611
13
27
77
50
Filipina
40
135
11
27
45
18
Indonesia
31
132
15
14
52
28
India
25
66
8
58
74
16
Polandia
102
138
3
63
73
10
Argentina
20
28
3
21
34
13
Afrika Selatan
Na
91
15
Na
58
-


E.    Ketergantungan Impor
Ketergantungan terhadap impor juga merupakan indicator keberhasilan pembangunan sector industry.

Saldo Neraca Perdagangan Manufaktur Indonesia (US$ milyar)
Periode
Nilai ekspor
Nilai impor
Saldo
1975-1981
0,8
6,3
-5,5
1982-1984
1,8
10,3
-8,5
1985-1988
3,9
8,8
-4,9
1989-1993
13,4
18,6
-5,1
1994-1997
24,4
29,5
-5,1
1998-1999
27,2
16,9
10,3






4.  Permasalahan dalam Industri Manufaktur
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1. Keterbatasan teknologi
2. Kualitas Sumber daya Manusia
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
    masih rendah

Masalah dalam industri manufaktur nasional:
1. Kelemahan struktural
  • Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
      a. terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
      b. Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada,
          Turki & Norwegia
     c. USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil &
          pakaian jadi dari Indonesia
     d. Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah
          terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
     e. Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan
          harga muncul pesaing baru seperti cina & vietman
     f. Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor
         internal seperti tuntutan kenaikan upah

  • Ketergantungan impor sangat tinggi
1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
a. Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas
    45%
b. Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada
    impor bahan baku, komponen &  input perantara  masih tinggi.
c. PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku &
    komponen dari LN
d. Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan
    organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e. Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan
    pemasaran masih terbatas

  • Tidak ada industri berteknologi menengah
          a. Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen)
                thd pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
          b. Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas,
                besi & baja) thd ekspor menurun 1985 – 997
          c. Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.

  • Konsentrasi regional
          industri mnengah & besar terkonsentrasi di Jawa.

2. Kelemahan organisasi
  • Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahè Jumlah Tk masih banyak (padat Karya)
  • Konsentrasi Pasar
  • Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
  • SDm yang lemah

5.  Strategi Pengembangan Sektor Industri

Startegi pelaksanaan  industrialisasi:
1. Strategi substitusi impor (Inward Looking).
          Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat
     menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea
     & Taiwan
   
     Pertimbangan menggunakan strategi ini:
§ Sumber daya alam & Faktor produksi cukuo tersedia
§ Potensi permintaan dalam negeri memadai
§ Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
§ Kesempatan kerja menjadi luas
§ Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang

2. Strategi promosi ekspor (outward Looking)
          Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri
    dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.

          Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
  • Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun output
  • Tingkat proteksi impor harus rendah
  • Nilai tukar harus realistis
  • Ada insentif untuk peningkatan ekspor

Sumber        :
kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/.../7-INDUSTRIALISASI+DAN+PERKEMBA NGAN.doc