BAB
V
PEMBANGUNAN
DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
1. Pembangunan
Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus
pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara.
Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan
Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan
utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk
atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Todaro, 2000).
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan
institusi - institusi baru, pembangunan indistri - industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Pembangunan
ekonomi nasional sejak PELITA I memang telah memberi hasil positif bila dilihat
pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita
mengalami peningkatan dari hanya sekitar US$50 pada pertengahan dekade 1960-an
menjadi lebih dari US$1.000 pada pertengahan dekade 1990-an. Namun dilihat pada
tingkat meso dan mikro, pembangunan selama masa pemerintahan orde baru telah
menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income,
distribution, maupun dalam bentuk kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar
daerah atau provinsi.
2.
Faktor Penyebab Ketimpangan
Pembangunan
ekonomi yang tidak merata antar propinsi membuat sebagian masyarakat di banyak
daerah di luar pulau Jawa, seperti Aceh, Irian Jaya (Papua), dan Riau ingin
melepaskan diri dari Indonesia. Kemenangan kelompok pro kemerdekaan di Timor
Timur merepresentasikan kekecewaan bergabung dengan Indonesia selama Orde Baru.
Kesenjangan
pembangunan ekonomi merupakan persoalan penting dalam mengkaji pembangunan
ekonomi daerah di Indonesia. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengukur kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Indonesia, yaitu
dengan menggunakan pendekatan pendapatan dan menggunakan pendekatan pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Jika kita menggunakan pendekatan pendapatan atau PDRB,
maka diketahui bahwa propinsi-propinsi di Jawa menyumbang lebih dari 60%
terhadap pembentukan PDB Indonesia tahun 1990an. Daerah yang kaya sumberdaya
manusia dan infrastruktur lebih baik mempunyai kontribusi besar. DKI Jakarta
menikmati 15%-16% dari PDB nasional, Jawa Timur sebesar 15%, dan Jawa Tengah
sebesar 10%. Daerah kaya sumberdaya alam mempunyai kontribusi lebih kecil. DI
Aceh menyumbang 3% dari PDB nasional. Riau dan Kalimantan Timur menyumbang 5%.
Jika
kita mengukur kesenjangan pembangunan ekonomi daerah di Indonesia dengan
menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga, maka dapat diketahui
bahwa sebagian besar propinsi di Indonesia memiliki tingkat pengeluaran
konsumsi rumah tangga per kapita yang rendah. Menurut BPS diketahui bahwa
pengeluaran konsumsi rumah tangga paling tinggi tercatat di Jakarta. Propinsi
yang kaya sumberdaya alam mempunyai pengeluaran konsumsi rumah tangga yang
lebih rendah dibandingkan propinsi yang mempunyai lebih banyak sumberdaya
manusia yang lebih berkualitas.
Penyebab
ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Indonesia antara lain karena:
1. Konsentrasi kegiatan
ekonomi wilayah.
Pembangunan
ekonomi terpusat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera, akibat
ketersediaan infrastruktur, letak geografis, dan migrasi tenaga kerja.
2. Alokasi investasi.
PMA
dan PMDN lebih banyak melakukan investasi di pulau Jawa, karena ketersediaan
tenaga kerja dan infrastruktur, terutama untuk industri tekstil, komputer dan
mesin. Sektor pertanian dan pertambangan tetap berada di daerah.
3. Mobilitas faktor produksi
rendah antar daerah.
4. Perbedaan SDA antar
propinsi.
5. Perbedaan kondisi
demografis antar wilayah.
6.
Perdagangan antar propinsi kurang lancar.
3.
Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan
ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun
secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi
namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan
suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian
barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan
sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian
barat.
Tahun 2001 merupakan
tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak
diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat
menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di
indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru.
Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat
ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan
atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.
- Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau
kekuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1.
Kekayaan sumber daya alam
2.
Posisi geografis yang strategis
3.
Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4.
Potensi sumber daya manusia
- Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian
tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan
pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan
menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut.
Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1.
Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2.
Keterbatasan sarana infrastruktur
3.
Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
4.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah
c.
Tantangan dan Peluang
Pembanguanan ekonomi
di Indonesia bagian timur juga menghadapai berbagai macam tantangan, yang
apabila dapat diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah menjadi
peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa mendatang
adalah akibat liberalisasi perdagangan dan investasi dunia (paling cepat adalah
era AFTA tahun 2003). Liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT, seperti
juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangna yang ada di
daerahnya masing- masing.
4.
Teori dan Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada beberapa teori
yang menerangkan tentang pembangunan daerah yaitu:
1.
Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi
menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses
produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya
produksi(SDP) lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya
diekspor menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita,
dan menciptakan peluang kerja di daerah tersebut.
2.
Teori Lokasi
Teori lokasi juga
sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu
daerah. Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat rasional
pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan
biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha
yang memaksimumkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha/produksinya,
yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
3.
Teori Daya Tarik Industri
Menurut Kotler dkk.
(1997), ada beberapa faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang
terdiri atas faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-faktor daya saing
daerah.
a.
Faktor-faktor daya tarik industri antara lain:
1.
Nilai Tambah yang Tinggi per Pekerja (Produktivitas)
Ini berarti industri
tersebut memiliki sumbangan yang penting tidak hanya terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat, tetapi juga pembentukan PDRB.
2.
Industri-industri Kaitan
Ini berarti
perkembangan industri-industri tersebut akan meningkatkan total nilai tambah
daerah atau mengurangi “kebocoran ekonomi” dan ketergantungan impor.
3.
Daya Saing di Masa Depan
Hal ini sangat
menentukan prospek dari pengembangan industri yang bersangkutan.
4.
Spesialisasi Industri
Sesuai dasar
pemikiran teori-teori klasik mengenai perdagangan internasional, suatu daerah
sebaiknya berspesialisasi pada industri-industri di mana daerah tersebut
memiliki keunggulan komparatif sehingga daerah tersebut akan menikmati gain
from trade.
5.
Potensi ekspor
6.
Prospek bagi Permintaan Domestik
Dasar pemikirannya
untuk memberikan suatu kontribusi yang berarti bagi peningkatan pertumbuhan
ekonomi daerah melalui konsumsi lokal.
b.
Faktor-faktor penyumbang pada daya tarik industri dapat dikelompokkan dalam 4
kelompok (Kotler dkk., 1997), yakni sebagai berikut.
1.
Faktor-faktor Pasar
Faktor-faktor ini
antara lain ukuran pasar, ukuran segmen kunci, laju pertumbuhan pasar,
keragaman pasar, kepekaan terhadap harga dan faktor eksternal, siklus dan musim
dan kemampuan tawar menawar.
2.
Faktor-faktor Persaingan
Faktor-faktor ini
antara lain tingkat pemusatan, substitusi disebabkan oleh progres teknologi,
tingkat dan jenis integrasi, dan entry rates dan exist rates.
3.
Faktor-faktor Keungan dan Ekonomi
Faktor-faktor ini
antara lain ilai tambah, kesempatan kerja, keamanan, stabilitas ekonomi,
pemanfaatan kapasitas produksi, skala ekonomis, dan ketersediaan infrastruktur
keuangan.
4.
Faktor-faktor Teknologi
Faktor-faktor ini
antara lain kompleksitas, diferensiasi, paten dan hak cipta, dan teknologi
proses manufaktur yang diperlukan.
Selain teori-teori di
atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisis posisi relatif
ekonomi suatu daerah, diantaranya:
a.
Analisis Shift-Share (SS)
Metode analisis ini
bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah
dipengaruhi oleh tiga komponen utama yang saling berhubungan satu sama lainnya,
yakni pertumbuhan ekonomi (national growth component), pertumbuhan
sektoral (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing wilayah (competitive
effect component) (Tambunan, 1996). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah diukur
dengan cara menganalisis perubahan output agregat secara sektoral dibanding
perubahan output dari sektor yang sama dari wilayah yang lebih besar yang
digunakan sebagai acuan.
Model analisis ini
diawali dengan perubahan NT atau PDRB dari suatu sektor (i) di suatu provinsi
(j) antara dua periode, yaitu periode dasar (t = 0) dan periode t = 1.
Q1ij = Q0ij + DQ1ij
(2)
Atau
∆Q1ij = Q1ij - DQ0ij






∆Qij = Q0ij Y1 –
1 + Q0ij - Y1 + Q0ij
Q1ij - Q1i
(3)
Y0
Q0i Y0
Q0ij Q0i


PRij = Q0ij Y1 –
1 : pangsa
regional
(4)
Y0
(national growth component)


PSij
= Q0ij Q1i - Y1
: pergeseran proposional
(5)
Q0i Y0 (industry
mix component)


Q0ij
Q0i (competitive
effect component)
Di
mana:
Y0 dan Y1
= PDB (output nasional) masing-masing pada tahun dasar (t = 0) dan periode t =
1
Q0ij
dan Q1ij = PDRB (output regional) dari sektor i di
provinsi j, masing-masing pada tahun dasar dan periode t = 1
Q0i
dan Q1i = output sektor i nasional (PDRB dari
sektor i), masing-masing pada periode dasar dan periode t = 1
Secara statistik, persamaan (5) dan (6) adalah dalam bentuk deviasi, dimana Y1
dan Y0 (atau rasio Y1/ Y0) dianggap sebagai
nilai rata-rata dari, masing-masing, Q1i dan Q0i
(atau rasio Q1i / Q0i); dan
variabel-variabel terakhir ini sendiri sebagai nilai rata-rata dari Q1i
dan Q0i untuk setiap provinsi. Oleh sebab itu, jumlah
setiap persamaan (5) dan (6) untuk semua sektor dan provinsi di Indonesia
adalah nol.
∑ ∑ PSij = 0 dan ∑ ∑ DSij =
0
(7)
Sedangkan
penggabungan persamaan (9.4) sampai dengan persamaan (9.6) menjadi:
∆S = PRij + PSij + DSij
(8)


∑ ∑ ∆Sij = ∑ ∑ PRij = ∑ ∑ Q0ij
Y1 -
1 (9)
Y0
Analisis SS bisa dibagi dalam dua bagian, yakni (1) analisis pangsa pasar
(share analysis) dengan memakai persamaan (4) dan (2) analisis pergeseran (shift
analysis) dengan menggunakan persamaan (5) dan (6).
b.
Location Quotients (LQ)
LQ adalah suatu
teknik yang digunakan untuk memperluas metode analisis sebelumnya (SS), yaitu
untuk mengukur konsentrasi suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah
dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan
peranan dari kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat nasional.
Rumus menghitung LQ
adalah sebagai berikut:
LQ = v1 / vt
(10)
Vi / Vt
c.
Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O
merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur
perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha
memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut serta kondisi yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran agregat (AS) dan
permintaan agregat (AD).
Analisis I-O
menunjukkan bahwa di dalam suatu perekonomian terdapat keterkaitan produksi (production
linkages) antarsektor. Input suatu sektor merupakan output sektor lainnya
dan sebaliknya. Pada akhirnya keterkaitan produksi antarsektor tersebut akan menyebabkan
terjadinya keseimbangan antara penawaran dan permintaan antarsektor. Dalam
keadaan keseimbangan, jumlah nilai output agregat (dalam unit moneter) dari
perekonomian secara keseluruhan harus sama dengan jumlah nilai input
antarsektor (dalam nilai moneter) dan jumlah nilai output antarsektor (dalam
nilai moneter).
Persamaan
keseimbangan input-output adalah sebagai berikut:
X1 = X11 + X12 + D1
(12)
X2 = X21 + X22 + D2
Dimana : X1
= total output sektor 1
X2 = total output sektor 2
X11 = output sektor 1 sebagai inputnya
X12 = output sektor 1 sebagai input sektor
2
X21 = output sektor 2 sebagai input sektor 1
X22 = output sektor 2 sebagai inputnya
D1 = output sektor 1 untuk permintaan
akhir (konsumsi)
D2 = output sektor 2 untuk permintaan akhir
d.
Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Inti dari model
pertumbuhan Harrod-Domar H-O adalah suatu relasi jangka panjang pendek antara
peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model H-O ini memiliki dua
variabel fundamental, yakni pembentukan modal tetap (investasi) dan ICOR
(incremental capital output ratio). Secara lengkap model H-O terdiri atas
sejumlah persamaan sebagai berikut.
S =
s.Y
(9.15)
Tabungan (S) terdiri
atas tabungan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah, yang merupakan suatu
proporsi (s) dari total output atau pendapatan (Y).
I = ΔK
(16)
Investasi (I)
didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K). Stok modal mempunyai hubungan
langsung dengan total output (Y), seperti yang ditunjukkan oleh COR (Capital
Output Ratio) atau k.
K =
k
(17)
Y
Atau
ΔK = k. ΔY
Dalam ekonomi ekonomi
yang seimbang (salah satu asumsi penting dari model H-O):
S =
I
(18)
Maka didapat:
s.Y = k.
ΔY
(19)
dan akhirnya
pertumbuhan ekonomi (Y/ ΔY) ditentukan secara bersamaan oleh rasio tabungan (s)
dan rasio modal-output (COR = k).
Y/ ΔY = s/k
5.
Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang
dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.
Sumber :
http://www.docstoc.com/docs/60686802/Pembangunan-Ekonomi-Daerah
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://ika-ikawijiastuti.blogspot.com
nama : Eko Dwi Kartiko
kelas : 1EB17
NPM : 22210309