BAB
3
PDB
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN STRUKTUR
EKONOMI
Kesejahteraan
masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
perkapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan
ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal
pembagnunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi
berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia
yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis
kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan
lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan
pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi
dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan
pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga
harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004)
2. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA SEJAK
ORDE BARU HINGGA PASCA KRISIS
Melihat
kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum
krisis ekonomi 1997)dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu
proses pembangunan ekonomi yang sepektakuler, paling tidak pada tingkat makro
(agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi
makro. Yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB
pertahun. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.
Namun,
sejak pelita 1 dimulai PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif
tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal
ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7%-8% selama
1970-an dan turunke 3%-4% pertahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an,
proses yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal, seprti merosotnya harga miyak mentah di pasar internasional
menjelang pertengahan 1980-an dan resensi ekonomi dunia pada decade yang sama.
Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut system ekonomi terbuka, 18
goncangan-goncangan eksternal seperti itu sangat terasa sangat dampaknya
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain
faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang
industri maju, seperti jepang, as, dan eropa barat yang merupahkan pasar
penting ekspor indonesia. Dampak negative dari resensi ekonomi dunia tahun 1982
terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi
selama 1982- 1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena
pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunialebih mengakibatkan
permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku ( yang sebagian besar di
ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti
alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah
ekspor Negara-negara maju).
Pada
saat krisis ekonomimencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB
jatuh dratis hingga 13,1%. Namun, padatahun 1999 kembali positif walaupun kecil
sekitar 0,8% dan tahun 2000ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan
yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi
kembali merosot hinngga 3.8% akibat gejolak politikyang sempat memanas kembali
dan pada tahun 2007 laju pertumbuhan tercatat sedikit diatas 6%.
Antara
tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh
rata-rata pertahun diatas 8%. Kemajuan yang dicapai oleh cina dan india memang
sangat menakjubkan. Pada awal dekade 90-an, pertumbuhan ekonomi dikedua Negara
besar tersebut masing-masing tercatat hanya 3,8% dan 5,3%. Namun, pada
pertengahan dekade 90-an, pertumbuhan kedua Negara itu sudahmenyamai bahkan melewati
persentasi Indonesia. Dari sejumlah Negara ASEAN yang juga dihantam oleh krisis
1997/98, Indonesia memang paling parah dengan pertumbuhan negative hingga
13,1%,disusul kemudian oleh Thailand dengan -10,5%dan Malaysia-7,4%. Namun,
yang menakjubkan dari kedua Negara tersebut setahunsetelah itu ekonomi mereka
mengalami pulih lebih cepat dibandingkan ekonomi Indonesia yang hanya 0,8%.
Laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan
pada peningkatanPDB perkapita atas dasar harga berlaku tercatatsekitar 4,8 juta
rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga
mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, perkapita Indonesia pada tahun
2006 mencapai 1420 dalar AS, di atas india, tetapi masih jauh lebih rendah
dibandingkan china.
Tahun
1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami
penurunan, terkecuali X, yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%.
Sedangkan perkembangan X bias bertahan positif selama masa krisis terutama,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Komponen AD yang paling besar
penurunannya selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang
merosot sekitar 33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta
(rumah tangga) sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%.besarnya
penurunan investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya
terhadap PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan
stok) sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga
negative pada tahun 2002.
Pada
awalnya, salah satu factor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan
investasi didalam negri selama masa krisis,seperti juga dinegara-negara asia
lain yang terena krisis (korea selatan dan Thailand), adalah karena kerugian
besar yang dialami oleh perusahan swasta akibat depresiasi rupiah yang besar,
sementara utang luar negri (ULN) nya dalam mata uang dolar AS tidak dilindungi
(hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu kedepan
(forward). Factor-faktor lain yang membuat lesunya komponen investasi didalam
AS diantaranya adalah jatuhnya harga saham, pelarian moda ( atau arus modal
keluar lebih banyak daripada arus masuk), dan resiko premium yang meningkat
drastis.
Dua
factor terakhir ini didorong terutama oleh kondisi politik, social, keamanan
dan penegakan hukum yang buruk. Sedangkan dari ekspor meningkat karena memang
depresiasi rupiah terhadap dolar As waktu itu membuat sebagian produk
Indonesia, khususnya perkebunan, mengalami peningkatan daya saing harga.
3. Faktor-Faktor Penentu Prospek
Perekonomian Indonesia
a. PDB
Distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sektor atas dasar harga
berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke
tahun dan tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan
perdagangan mempunyai peranan sebesar 55,9 persen pada tahun 2006.
|
Product Domestic Bruto
(PDB) Indonesia diproyeksikan menjadi Rp 4.200 triliun pada 2008. Sektor yang
diharapkan untuk mendorong pertumbuhan PDB tersebut dari sektor konsumsi dan
proyek infrastruktur. PDB 2008 sekitar Rp. 4.200 triliun. Yang paling mendorong
itu konsumsi. Konsumsi adalah 60 persen, pemerintah menaruh pertumbuhan ekonomi
itu didukung dengan kebijakan fiskal. Sedangkan PDB Indonesia pada 2007
diperkirakan mencapai Rp. 3.531,08 triliun.Konsumsi masyarakat yang pada titik
kritis saat ini akibat menurunnya daya beli. Karena itu, pemerintah tengah
menyiapkan program yang dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat dan
pengentasan kemiskinan. Selain itu, pemerintah juga akan mengurangi tingkat
suku bunga dan inflasi.
Penerimaan naik itu
tidak ada artinya jika inflasinya tinggi. Selain itu, harga terkendali,
sehingga akhirnya income riil naik.Titik kritis yang lain adalah investasi.
Untuk mencapai pertumbuhan PDB pada level tersebut, diperlukan investasi lebih
dari Rp. 1.000 triliun. Jumlah kebutuhan investasi untuk mendorong
infrastruktur. Jika investasi itu naik, maka akan terjadi akselerasi dan
akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga pemerintah dalan
mengalokasikan jumlah anggaran yang cukup signifikan dalam belanja
infrastruktur.Anggaran untuk infrastruktur itu, dapat disebar di departemen
teknis antara lain Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan.
Pemerintah yang punya anggaran belanja modal, akan menggunakannya untuk belanja
irigasi, bandara, pelabuhan, kereta api.Selain mengalokasikan anggaran yang
meningkat signifikan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah juga mendorong
investasi swasta melalui skema Public Private Partnership (PPP) untuk beberapa
proyek seperti infrastruktur listik, pengadaan jalan, bandara dan pelabuhan.
Menurut Anggito, pemerintah akan melakukan pembagian risiko terhadap pihak
swasta.
Investasi juga akan
dibentuk dari perbankan, PMDN, PMA, pasar modal, dan keuntungan perusahaan yang
diinvestasikan. "Jadi dari sumber-sumber itu sudah masuk pipeline untuk
bisa mendukung investasi yang memadai untuk 2008. Semua itu cukup untuk
mendukung pertumbuhan 6,8 persen.Konsumsi, investasi, ditambah kinerja ekspor
yang masih cukup baik, mampu membentuk PDB menjadi Rp 4.200 triliun. Sebelumnya,
ekonomi pada 2008 ditargetkan tumbuh 6,8 persen. Asumsi tersebut juga
memperhatikan proyeksi pencapaian 2007 yang diprediksi hanya akan mencapai 6,1
persen. Untuk mengejar target 2008 itu, beberapa indikator pendorong
pertumbuhan mesti dipenuhi yaitu konsumsi rumah tangga harus tumbuh 5,9 persen,
konsumsi pemerintah 6,2 persen, investasi 15,5 persen, ekspor 12,7 persen, dan
impor 17,8 persen. Sedangkan Standard Chartered Bank (SCB) memprediksi
pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) tahun 2008 hanya 6,3%.
Angka ini jauh lebih rendah dari target PDB dalam APBN 2008 sebesar 6,8%.
Setelah terpengaruh oleh dampak peningkatan tajam harga minyak dan tingkat suku bunga di tahun 2005, ekonomi Indonesia berangsur pulih dan perkembangannya cenderung meningkat dari 5,5% di tahun 2006 menjadi 6,1% di tahun 2007 dan 6,3% di tahun 2008. Angka PDB SCB ini sudah memperhitungkan prediksi adanya perlambatan ekonomi global di 2008. Tingginya harga minyak dunia merupakan ancaman bagi pertumbuhan. Dan PDB SCB memperkirakan harga minyak akan turun di 2008 seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sementara menjelang Pemilu 2009 terlihat prospek pertumbuhan ekonomi. Ini karena pemerintah akan meningkatkan belanja untuk infrastruktur, mempercepat program infrastruktur. Angka pertumbuhan ekonomi 2008 dalam APBN sebesar 6,8% menurut Bank Indonesia (BI) adalah angka yang paling optimistis. BI sendiri untuk tahun 2008 lebih memilih target yang aman di kisaran 6,2-6,8 persen. Dalam APBN 2008, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,8 persen memakai asumsi inflasi sebesar 6 persen, defisit anggaran 1,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9.820, bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan harga minyak US$ 60 per barel. Produksi minyak 1,034 juta barel per hari.
Setelah terpengaruh oleh dampak peningkatan tajam harga minyak dan tingkat suku bunga di tahun 2005, ekonomi Indonesia berangsur pulih dan perkembangannya cenderung meningkat dari 5,5% di tahun 2006 menjadi 6,1% di tahun 2007 dan 6,3% di tahun 2008. Angka PDB SCB ini sudah memperhitungkan prediksi adanya perlambatan ekonomi global di 2008. Tingginya harga minyak dunia merupakan ancaman bagi pertumbuhan. Dan PDB SCB memperkirakan harga minyak akan turun di 2008 seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sementara menjelang Pemilu 2009 terlihat prospek pertumbuhan ekonomi. Ini karena pemerintah akan meningkatkan belanja untuk infrastruktur, mempercepat program infrastruktur. Angka pertumbuhan ekonomi 2008 dalam APBN sebesar 6,8% menurut Bank Indonesia (BI) adalah angka yang paling optimistis. BI sendiri untuk tahun 2008 lebih memilih target yang aman di kisaran 6,2-6,8 persen. Dalam APBN 2008, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,8 persen memakai asumsi inflasi sebesar 6 persen, defisit anggaran 1,7 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9.820, bunga SBI 3 bulan 7,5 persen dan harga minyak US$ 60 per barel. Produksi minyak 1,034 juta barel per hari.
b. Prospek Ekonomi
Indonesia 2007
APBN periode 2006
menggunakan asumsi dasar pertumbuhan ekonomi 5,8% sedang hasil pemantauan dini
realisasi menunjukkan angka 5,52%; target inflasi 8% ternyata 5,27%, asumsi
nilai tukar Rp. terhadap USD 9.300 ternyata 9.179, suku bunga SBI di asumsikan
12 % ternyata 9,5 % dan harga minyak internasional diasumsikan 64 USD perbarel
ternyata 55,9 USD. Tahun 2006 ditutup dengan tercapainya APBN-Perubahan secara aman
dan nyaman karena anggaran penerimaan mampu menutup pembiayaan 2006 ,
indikator ekonomi membaik menambah rasa percaya diri Indonesia memasuki 2007.
Realisasi pendapatan negara Rp.507 Triliun atau hampir 77 % target pendapatan
Rp. 659 Triliun, antara lain terdiri atas Rp.355 Triliun penerimaan pajak dan
Rp.151 Triliun penerimaan bukan pajak.. Belanja mencapai Rp.528 Triliun atau
75,5% dari anggaran belanja Rp.699 Triliun. Penyerapan belanja telah mencapai
95%. Realisasi defisit anggaran Rp.21 Triliun atau 53% dari target defisit
Rp.40 Triliun, ditutup dengan dana sektor perbankan & non perbankan serta
pncairan pinjaman LN. Depkeu tetap akan melanjutkan konsolidasi kebijakan
fiskal, perbaikan struktur APBN, strategi optimalisasi penerimaan, belanja dan
pembiayaan APBN, dan penerapan DIPA (daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) yang
ditaksir akan berjumlah 12.000 senilai sekitar Rp.280 Trilun sepanjang
2007.
Menjelang tutup tahun,
tingkat Inflasi cenderung membaik dan BI rate menembus single digit menjadi
9,75%. Inflasi September 2006 mencapai 4,06 % , suatu kinerja yang lebih baik
dibanding periode sama tahun 2005 yang sebesar 6,39% (ytd). Pertumbuhan ekonomi
dunia cukup tinggi, harga komoditas internasional cukup kuat, sehingga kinerja
ekspor 2006 tampak baik. Aliran PMA meningkat dan menolong APBN, Cadangan
devisa meningkat menjadi USD 42,36 Miliar, sehingga BI melunasi seluruh hutang
IMF USD 3,2 Miliar per Oktober 2006.
Soros melihat
Indonesia telah pulih dan menjadi tempat investasi yang menarik, apalagi bila
didukung penegakan hukum. Dengan semua tanda-tanda baik itu, target pertumbuhan
APBN 2006 sebesar 6,2% direvisi menjadi 5,8 % ternyata berisiko tidak tercapai
karena sampai Triwulan III 2006 pertumbuhan PDB kumulatif baru mencapai 5,14%.
Risiko kredit masih
dipandang perbankan cukup besar, dan SBI tetap diminati sepanjang 2006. Dana
kredit bank yang tak dapat disalurkan kedunia usaha mencapai sekitar Rp. 160
Triliun per 2006. Masalah utama Indonesia adalah memburuknya sektor riil karena
diterjang kenaikan harga pokok akibat rente ekonomi termasuk pungutan daerah
otonom , birokrasi dan biaya bunga tinggi , UU Pajak dan SDM yang belum mampu
memikat investasi, mudah-mudahan masih dapat didorong APBN dan gerakan BUMN
sebagai stimulus sektor riil tahun 2007. Proyek infrastruktur potensial
dan dalam persiapan pemasaran dewasa ini mencapai sekitar Rp.113 Triliun,
menjadi salah satu prioritas program kerja pemerintah tahun 2007, ditandai
cairnya dana BLU-BJPT untuk tol trans-Jawa Rp.600 Miliar untuk pembebasan
tanah. Sama saja dengan era orde baru, sepanjang 2007 beberapa pejabat tinggi
negara dan keluarga tetap bermain sebagai pebisnis infrastruktur tanpa
terganggu DPR, unjukrasa atau ingintahu KPK. Trans-Jawa diharapkan selesai
tahun 2009 dengan biaya pembebasan sebesar Rp. 7 Triliun. Karena lumpur,
relokasi jalan tol, arteri dan KA di Sidoardjo sepanjang 12 km diharapkan
selesai akhir tahun 2007. Lumpur akhirnya akan dibuang kelaut. Sepanjang tahun
2007, kinerja kereta api diramalkan ditingkatkan.
Prosedur PPN
baru perlu diperkenalkan pada WP , misalnya wajib spesimen tanda tangan
faktur pajak, download formulir pajak elektronik di kantor pajak dan
lain-lain, mudah-mudahan tak menyebabkan keengganan investasi baru sepanjang
2007.
Bagi BI , tahun 2007
dua kali lebih baik dari tahun 2006 karena perbaikan makro ekonomi, kenaikan
daya beli masyarakat, kinerja sektor riil amat meningkat karena turunnya suku
bunga pinjaman. Apabila jumlah kredit baru tahun 2006 tak mencapai Rp.75
Triliun, BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2007 sekitar Rp.150 Triliun
didominasi kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Investasi baru 2007
kelihatannya tak seberapa terdorong oleh perbankan.
Secara muram
diramalkan bahwa pembenahan sektor UKM dan pertanian kelihatan akan terlambat
mengambil momentum 2007, karena kebijakan baru untuk penguatan akses
pembiayaan, pemasaran dan SDM diharapkan tuntas pada Semester I tahun 2007,
berarti paling cepat mulai diterapkan dan berdampak dua atau tiga tahun setelah
tahun 2008 dalam upaya mendorong daya saing UKM, menyerap tenaga kerja, menekan
angka kemiskinan dan mengurangi impor wirausaha asing. Ikatan Akuntan mungkin
lebih pro UKM dan ikut memerangi kemiskinan-pengangguran dengan mempercepat
kelahiran standar akuntansi UKM.
fProduksi jagung dunia
2005 sebanyak 125 juta ton, menurun menjadi 92 juta ton pada tahun 2006 dan
menyebabkan harga jagung dunia naik. Mengingat 2006 Indonesia mengimpor
hampir 1.4 juta ton jagung, pemerintah akan memberikan bantuan benih jagung
hibrida dan komposit sebanyak 50.000 ton bagi 900.000 Ha lahan pertanian 32
propinsi dengan target panen sekitar 5 juta ton jagung. Stok pupuk siap
salur diupayakan 200.000 ton untuk mengatasi kelangkaan pupuk dipasar
sewaktu-waktu. Namun sistem ini diramalkan mengundang berbagai petualang
pemanfaat celah produksi pupuk nasional 6,7 juta ton termasuk 4,5 juta ton urea
bersubsidi hampir Rp. 6 Triliun tahun 2007.
Uang halal sampai 2006
masih diparkir di LN menunjukkan citra country risk Indonesia; di
Singapura saja terdapat 18.000 rekening bank milik orang Indonesia sebesar US
$87 miliar atau sekitar Rp800 Triliun. Sepanjang tahun 2007, investor mungkin
masih segan masuk RI karena birokrasi panjang dan korup perbaikan ekonomi
sebuah negara harus diikuti kebijakan politik yang mendukung , yaitu penegakan
hukum. Bila hukum berjalan baik, investor akan datang.
Sistem keuangan dunia
telah rusak, dunia mengalami krisis terputusnya aliran modal kenegara-negara
miskin (a broken world pipeline). Tahun 2006 terjadi kenaikan BBM 126%
dan flu burung, target pertumbuhan APBN 2006 sebesar 6,2% direvisi
menjadi 5,8 % juga ternyata masih tidak tercapai. Sampai Triwulan III 2006
pertumbuhan PDB kumulatif baru mencapai 5,14%. Pengangguran terbuka per Agustus
2006 mencapai 10,93 juta orang atau 10,28% angkatan kerja. Masalah
kepemerintahan tahun 2007 mafsih tetap masalah kendala penerapan UU dan
Presiden berfikir keras untuk mengatasi hambatan pelaksanaan. Diramalkan
sepanjang tahun 2007, Presiden akan aktif ”campur tangan” mengatasi kemacetan
pelaksanaan UU atau program tertentu, melakukan intervensi simpatik kepada
departemen fungsional dan daerah otonom. Pemerintah telah menerbitkan tiga
paket pendorong investasi swasta yaitu Paket Kebijakan Sektor Keuangan, Paket
Kebijakan Percepatan Infrastruktur dan Paket Kebijakan Iklim Investasi , pada
kenyataannya terhambat oleh penyusunan rencana kebijakannya sampai akhir 2006
antara lain dalam bentuk RUU Perpajakan, RUU Investasi, RUU Transportasi yang
ditunggu-tunggu investor.
Dapat disimpulkan
bahwa kepemerintahan tahun 2006 juga ditandai oleh senjang konsep
kebijakan pemerintah di atas kertas dengan implementasi lapangan , akan
mendorong reformasi birokrasi sepanjang 2007 dan pembentukan tim independen
diluar pemerintah yang akan melacak apakah suatu kebijakan telah dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat serta memberi rekomendasi tentang apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Tahun baru 2007 ditandai kenaikan (1) harga Pertamax dan
Pertamax-Plus rata-rata Rp.350-Rp.6000 karena kenaikan harga produk bahan bakar
dipasar dunia.
Tahun 2007 adalah
”jendela peluang” bagi pemerintahan untuk berprestasi, namun kemungkin kecil
dapat dimanfaatkan Presiden. Stabilitas keamanan relatif baik sepanjang 2006,
harap-harap cemas dapat berlanjut tahun 2007. Disamping bencana alam,
kecelakaan transportasi udara/laut dan flu burung, terorisme tetap menjadi
ancaman serius dan agenda perburuan Noordin M.Top yang dianggap kepolisian RI
setara kaliber dengan Dr.Azahari akan tetap dilanjutkan Polri.
4. PERUBAHAN
STRUKTUR EKONOMI
Perubahan struktur
ekonomi, umum disebut transformasi stryktural, dapat didefisinikan sebagai
suatu rangkaian perubahan yang saling tekait satu dengan yang lainnya
dalam komposisi AD, perdagangan luar negri (ekspor dan inpor), AS ( produksi
dan menggunakan faktor-faktor produksi yang diperlukan mendukung proses
pembanggunan ekonomi yang berkelanjutan) ( chenery, 1979).
1. Teori dan Bukti Empiris
Teori perubahan
struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang
dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens yang lebih modern, yang
didominasi oleh sektor-sektor nonprime. Teori Arthus Lewis pada dasarnya
membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan perkotaan.
Perekonomian Negara
terbagi menjadi dua, yaitu perekonomiaan tradisioanal dipedesaan yang
didominasi oleh sektor pertaniaan dan perekonomiaan modern diperkotaan dengan
industry sebagai sektor utama. Dipedesaan, karena pertumbuhan penduduknya
tinggi maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat hidup
masyaraktnya berbeda pada kondisi subsistens akibat perekonomian yang sifatnya
juga subsistens.
Kerangka pemikiran
teori chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori chenery, dikenal
dengan teori pattern of development, menfokuskanpada perubahan struktur dalam
tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari
pertanian tradisional (subsistens) ke sector industri sebagai mesin utama
penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh
chenery dan syrquin (1975) mengindentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan
pendapatan masyarakat perkapita yang membawa perubahan dalam pola dalam
permintaan konsumen daripenekanan pada makanan dan barang-barang manufaktur dan
jasa.
Perubahan struktur
ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupahkan total pertumbuhan
nilai tambah bruto (NTB) dari semua sector ekonomi dapat dijelaskan sebagai
berikut. Dengan memakai persamaan (3,7),misalkan disatu ekonomi hanya ada dua
sector, yakni industry dan pertanian dengan NTB masing-masing, yakni NTBi dan
NTBp yang membentuk PDB: atau, PDB= NTBi + NTBp,
1=[a(t)I + a(t)p]PDB.
Berdasrkan model ini,
kenaikan produksi sector industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan
jumlah dari empat factor berikut.
a.
Kenaikan permintaan domestic, yang memuat permintaan langsung untuk produk
industry manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestic
untuk produk sector-sektor lainnya terhadap sector industry manufaktur.
b.
Perluasan exspor (pertumbuhan dan diversifikasi) atau efek total dari kenaikan
jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.
c.
Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap
sector yang dipenuhi lewat produksi domestic terhadap output industry
manufaktur.
d.
Perubahan teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij)
didalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap
sector industri manufaktur.
Indikator penting
kedua yang sering digunakan didalam studi-studi empiris untuk mengukur pola
perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut sector.
Sebagi suatu ilustrasi empirisberdasrkan data bank dunia, pada tahun 1980,NTB
yang dihasilkan sector pertanian rata-rata sekitar 7% dari PDB dunia; sedangkan
dari sector industry yang terdiri atas industry primer (pengilangan minyak) dan
industry sekunder (manufaktur) sebesar 38%.
Didalam-kelompok-Negara-negara-sedang-berkembang-(NSB),
banyaknegara yang juga tejadi transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade
terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antara Negara. Variasi ini
disebabkan oleh perbedaan antara Negara dalam sejumlah factor internalseperti
berikut.
a.
Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi)
Suatu.Negara.yang.pada.awal.pembangunan.ekonomi/industrialisasinya
sudah memiliki industri-industri dasar.
b.
Besarnya pasar dalam negeri
Besarnya pasar domestic ditentukan oleh
kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita.
c.
Pola distribusi pendapataan
Factor ini sangat mendukung factor pasar
dan tingkat pendapatan rata-rata perkapita naik pesat.
d.
Karakteristik dari industrialisasi
Pelaksanaan atau strategi pengembangan
industry yang ditetapkan, jenis industry yang diunggulkan, pola pembangunan
industry, dan insentif yang diberikan.
e.
Keberadaan SDA
Negara yang kaya SDA mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi.
f.
Kebijakan perdagangan luar negri
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi
tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasi berbeda dibandingkan
di Negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking).
- http://ibnusina.my-place.us/index.php/sina-overview/35-teknologi/68-faktor-penentu-prospek-perekonomian-indonesia
- http://irdye07.blogspot.com/2010/11/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-sejak.html
- http://ika-ikawijiastuti.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment