GUNADARMA

Sunday, April 10, 2011

BAB 5 PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

BAB V
PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

1.  Pembangunan Ekonomi Regional
             Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi - institusi baru, pembangunan indistri - industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Pembangunan ekonomi nasional sejak PELITA I memang telah memberi hasil positif bila dilihat pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita mengalami peningkatan dari hanya sekitar US$50 pada pertengahan dekade 1960-an menjadi lebih dari US$1.000 pada pertengahan dekade 1990-an. Namun dilihat pada tingkat meso dan mikro, pembangunan selama masa pemerintahan orde baru telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income, distribution, maupun dalam bentuk kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah atau provinsi.

2.  Faktor Penyebab Ketimpangan
Pembangunan ekonomi yang tidak merata antar propinsi membuat sebagian masyarakat di banyak daerah di luar pulau Jawa, seperti Aceh, Irian Jaya (Papua), dan Riau ingin melepaskan diri dari Indonesia. Kemenangan kelompok pro kemerdekaan di Timor Timur merepresentasikan kekecewaan bergabung dengan Indonesia selama Orde Baru.
Kesenjangan pembangunan ekonomi merupakan persoalan penting dalam mengkaji pembangunan ekonomi daerah di Indonesia. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Indonesia, yaitu dengan menggunakan pendekatan pendapatan dan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Jika kita menggunakan pendekatan pendapatan atau PDRB, maka diketahui bahwa propinsi-propinsi di Jawa menyumbang lebih dari 60% terhadap pembentukan PDB Indonesia tahun 1990an. Daerah yang kaya sumberdaya manusia dan infrastruktur lebih baik mempunyai kontribusi besar. DKI Jakarta menikmati 15%-16% dari PDB nasional, Jawa Timur sebesar 15%, dan Jawa Tengah sebesar 10%. Daerah kaya sumberdaya alam mempunyai kontribusi lebih kecil. DI Aceh menyumbang 3% dari PDB nasional. Riau dan Kalimantan Timur menyumbang 5%.
Jika kita mengukur kesenjangan pembangunan ekonomi daerah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar propinsi di Indonesia memiliki tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita yang rendah. Menurut BPS diketahui bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga paling tinggi tercatat di Jakarta. Propinsi yang kaya sumberdaya alam mempunyai pengeluaran konsumsi rumah tangga yang lebih rendah dibandingkan propinsi yang mempunyai lebih banyak sumberdaya manusia yang lebih berkualitas.
Penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Indonesia antara lain karena:
1.      Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.
Pembangunan ekonomi terpusat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera, akibat ketersediaan infrastruktur, letak geografis, dan migrasi tenaga kerja.
2.     Alokasi investasi.
PMA dan PMDN lebih banyak melakukan investasi di pulau Jawa, karena ketersediaan tenaga kerja dan infrastruktur, terutama untuk industri tekstil, komputer dan mesin. Sektor pertanian dan pertambangan tetap berada di daerah.
3.     Mobilitas faktor produksi rendah antar daerah.
4.     Perbedaan SDA antar propinsi.
5.     Perbedaan kondisi demografis antar wilayah.
6.     Perdagangan antar propinsi kurang lancar.

3.  Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut. 

    1. Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1.     Kekayaan sumber daya alam
2.    Posisi geografis yang strategis
3.    Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4.    Potensi sumber daya manusia

    1. Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1.     Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2.    Keterbatasan sarana infrastruktur
3.    Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
4.    Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah

c.   Tantangan dan Peluang

Pembanguanan ekonomi di Indonesia bagian timur juga menghadapai berbagai macam tantangan, yang apabila dapat diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah menjadi peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa mendatang adalah akibat liberalisasi perdagangan dan investasi dunia (paling cepat adalah era AFTA tahun 2003). Liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT, seperti juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangna yang ada di daerahnya masing- masing.

4.  Teori dan Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada beberapa teori yang menerangkan tentang pembangunan daerah yaitu: 

1.  Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi(SDP) lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, dan menciptakan peluang kerja di daerah tersebut.

2.   Teori Lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha/produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.

3.   Teori Daya Tarik Industri
Menurut Kotler dkk. (1997), ada beberapa faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang terdiri atas faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-faktor daya saing daerah. 

a.  Faktor-faktor daya tarik industri antara lain: 

1.  Nilai Tambah yang Tinggi per Pekerja (Produktivitas)
Ini berarti industri tersebut memiliki sumbangan yang penting tidak hanya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, tetapi juga pembentukan PDRB.
2.  Industri-industri Kaitan
Ini berarti perkembangan industri-industri tersebut akan meningkatkan total nilai tambah daerah atau mengurangi “kebocoran ekonomi” dan ketergantungan impor.
3.  Daya Saing di Masa Depan
Hal ini sangat menentukan prospek dari pengembangan industri yang bersangkutan.
4.  Spesialisasi Industri
Sesuai dasar pemikiran teori-teori klasik mengenai perdagangan internasional, suatu daerah sebaiknya berspesialisasi pada industri-industri di mana daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif sehingga daerah tersebut akan menikmati gain from trade.
5.  Potensi ekspor
6.  Prospek bagi Permintaan Domestik
Dasar pemikirannya untuk memberikan suatu kontribusi yang berarti bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah melalui konsumsi lokal. 

b.  Faktor-faktor penyumbang pada daya tarik industri dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok (Kotler dkk., 1997), yakni sebagai berikut.

1.  Faktor-faktor Pasar
Faktor-faktor ini antara lain ukuran pasar, ukuran segmen kunci, laju pertumbuhan pasar, keragaman pasar, kepekaan terhadap harga dan faktor eksternal, siklus dan musim dan kemampuan tawar menawar.
2.  Faktor-faktor Persaingan
Faktor-faktor ini antara lain tingkat pemusatan, substitusi disebabkan oleh progres teknologi, tingkat dan jenis integrasi, dan entry rates dan exist rates.
3.  Faktor-faktor Keungan dan Ekonomi
Faktor-faktor ini antara lain ilai tambah, kesempatan kerja, keamanan, stabilitas ekonomi, pemanfaatan kapasitas produksi, skala ekonomis, dan ketersediaan infrastruktur keuangan.
4.  Faktor-faktor Teknologi
Faktor-faktor ini antara lain kompleksitas, diferensiasi, paten dan hak cipta, dan teknologi proses manufaktur yang diperlukan.

Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisis posisi relatif ekonomi suatu daerah, diantaranya:

a.  Analisis Shift-Share (SS)
Metode analisis ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh tiga komponen utama yang saling berhubungan satu sama lainnya, yakni pertumbuhan ekonomi (national growth component), pertumbuhan sektoral (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing wilayah (competitive effect component) (Tambunan, 1996). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan output agregat secara sektoral dibanding perubahan output dari sektor yang sama dari wilayah yang lebih besar yang digunakan sebagai acuan.
Model analisis ini diawali dengan perubahan NT atau PDRB dari suatu sektor (i) di suatu provinsi (j) antara dua periode, yaitu periode dasar (t = 0) dan periode t = 1.
          Q1ij = Q0ij + DQ1ij                                          (2)
Atau                                   
          ∆Q1ij = Q1ij - DQ0ij
Selanjutnya, persamaan (2) bisa diperluas menjadi:
          ∆Qij = Q0ij   Y1 – 1  +  Q0ij  - Y1  + Q0ij  Q1ij -  Q1i       (3)
                           Y0            Q0i      Y0                 ­Q0ij      Q0i
Persamaan (3) menandakan bahwa pertumbuhan output dari suatu sektor di suatu wilayah bisa dikategorikan ke dalam 3 komponen pertumbuhan yang telah dibahas sebelumnya
          PRij = Q0ij   Y1 – 1     : pangsa regional                     (4)
                           Y0             (national growth component)
         
PSij = Q0ij   Q1i - Y1          : pergeseran proposional         (5)       
                   Q0i    Y0       (industry mix component)

          DSij = Q0ij   Q1ij - Q1i          : pergeseran yang berbeda            (6)
                          ­Q0ij     Q0i       (competitive effect component)

Di mana:
Y0 dan Y1      = PDB (output nasional) masing-masing pada tahun dasar (t = 0) dan periode t = 1
Q0ij dan Q1ij  = PDRB (output regional) dari sektor i di provinsi j, masing-masing pada tahun dasar dan periode t = 1
Q0i dan Q1i   = output sektor i nasional (PDRB dari sektor i), masing-masing pada periode dasar dan periode t = 1
          Secara statistik, persamaan (5) dan (6) adalah dalam bentuk deviasi, dimana Y1 dan Y0 (atau rasio Y1/ Y0) dianggap sebagai nilai rata-rata dari, masing-masing, Q1i dan Q0i (atau rasio Q1i / Q0i); dan variabel-variabel terakhir ini sendiri sebagai nilai rata-rata dari Q1i dan Q0i untuk setiap provinsi. Oleh sebab itu, jumlah setiap persamaan (5) dan (6) untuk semua sektor dan provinsi di Indonesia adalah nol.
          ∑ ∑ PSij = 0 dan ∑ ∑ DSij = 0                        (7)
Sedangkan penggabungan persamaan (9.4) sampai dengan persamaan (9.6) menjadi:
          ∆S = PRij + PSij + DSij                                    (8)
Maka dengan sendirinya:
          ∑ ∑ ∆Sij = ∑ ∑ PRij = ∑ ∑ Q0ij   Y- 1            (9)
                                                      Y0
          Analisis SS bisa dibagi dalam dua bagian, yakni (1) analisis pangsa pasar (share analysis) dengan memakai persamaan (4) dan (2) analisis pergeseran (shift analysis) dengan menggunakan persamaan (5) dan (6).

b.  Location Quotients (LQ)
LQ adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperluas metode analisis sebelumnya (SS), yaitu untuk mengukur konsentrasi suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat nasional.
Rumus menghitung LQ adalah sebagai berikut:
          LQ = v1 / vt                               (10)
                    Vi / Vt

c.   Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran agregat (AS) dan permintaan agregat (AD).
Analisis I-O menunjukkan bahwa di dalam suatu perekonomian terdapat keterkaitan produksi (production linkages) antarsektor. Input suatu sektor merupakan output sektor lainnya dan sebaliknya. Pada akhirnya keterkaitan produksi antarsektor tersebut akan menyebabkan terjadinya keseimbangan antara penawaran dan permintaan antarsektor. Dalam keadaan keseimbangan, jumlah nilai output agregat (dalam unit moneter) dari perekonomian secara keseluruhan harus sama dengan jumlah nilai input antarsektor (dalam nilai moneter) dan jumlah nilai output antarsektor (dalam nilai moneter).
Persamaan keseimbangan input-output adalah sebagai berikut:
          X1 = X11 + X12 + D1                                  (12)
          X2 = X21 + X22 + D2
Dimana : X1 = total output sektor 1
             X= total output sektor 2
             X11 = output sektor 1 sebagai inputnya
   X12 = output sektor 1 sebagai input    sektor 2               
             X21 = output sektor 2 sebagai input sektor 1
   X22 = output sektor 2 sebagai inputnya
    D1  = output sektor 1 untuk permintaan akhir (konsumsi)
   D = output sektor 2 untuk permintaan akhir

d.  Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Inti dari model pertumbuhan Harrod-Domar H-O adalah suatu relasi jangka panjang pendek antara peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model H-O ini memiliki dua variabel fundamental, yakni pembentukan modal tetap (investasi) dan ICOR (incremental capital output ratio). Secara lengkap model H-O terdiri atas sejumlah persamaan sebagai berikut.
          S = s.Y                                                                   (9.15)
Tabungan (S) terdiri atas tabungan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah, yang merupakan suatu proporsi (s) dari total output atau pendapatan (Y).
          I = ΔK                                                                   (16)
Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K). Stok modal mempunyai hubungan langsung dengan total output (Y), seperti yang ditunjukkan oleh COR (Capital Output Ratio) atau k.
          K = k                                                            (17)
          Y                                       
Atau
          ΔK = k. ΔY
Dalam ekonomi ekonomi yang seimbang (salah satu asumsi penting dari model H-O):
          S = I                                                            (18)
Maka didapat:
          s.Y = k. ΔY                                                   (19)
dan akhirnya pertumbuhan ekonomi (Y/ ΔY) ditentukan secara bersamaan oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output (COR = k).
          Y/ ΔY = s/k       
   
5.  Otonomi Daerah

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sumber :
http://www.docstoc.com/docs/60686802/Pembangunan-Ekonomi-Daerah
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://ika-ikawijiastuti.blogspot.com

nama : Eko Dwi Kartiko
kelas : 1EB17
NPM : 22210309

No comments: